Ilmu ekonomi
ternyata tidak meningkatkan kecintaan para ekonom pada bangun perusahaan
koperasi yang menonjolkan asas kekeluargaan, karena sejak awal model-modelnya
adalah model persaingan sempurna,bukan kerjasama sempurna. Ajaran ilmu ekonomi
Neoklasik adalah bahwa efisiensi yang tinggi hanya dapat dicapai melalui
persaingan sempurna. Inilah awal ideologi ilmu ekonomi yang tidak mengajarkan
sosiologi ekonomi ajaran Max Weber, sosiolog Jerman,bapak ilmu sosiologi
ekonomi. Ajaran Max Weber ini sebenarnya sesuai dengan ajaran awalAdam Smith
(Theory of Moral Sentiments, 1759) dan ajaran ekonomi kelembagaan dari
JohnCommons di Universitas Wisconsin (1910).
Koperasi
yang merupakan ajaran ekonomi kelembagaan ala John Commons mengutamakan keanggotaan
yang tidak berdasarkan kekuatan modal tetapi berdasar pemilikan usaha betapa pun
kecilnya. Koperasi adalah perkumpulan orang atau badan hukum bukan perkumpulan
modal.
Koperasi
hanya akan berhasil jika manajemennya bersifatterbuka/transparan dan
benar-benar partisipatif. Keprihatinan kita atas terjadinya kesenjangan sosial,
dan ketidakadilan dalam segala bidangkehidupan bangsa, seharusnya merangsang
para ilmuwan sosial lebih-lebih ekonom untuk mengadakan kajian mendalam menemukenali
akar-akar penyebabnya.
Khusus bagi
para ekonom tantangan yang dihadapi amat jelas karena justru selama Orde Baru
ekonom dianggap sudah sangat berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara
meyakinkan sehingga menaikkan status Indonesia dari negara miskin menjadi
negara berpendapatan menengah.
Krisis multidimensi
yang disulut krisis moneter dan krisis perbankan tahun 1997 tidak urung kini
hanya disebut sebagai krisis ekonomi yang menandakan betapa bidang ekonomi
dianggap mencakupi segala bidang sosial dan non-ekonomi lainnya. Inilah alasan
lain mengapa ekonom Indonesia mempunyai tugas sangat berat sebagai penganalisis
masalah-masalah sosial-ekonomi besar yang sedang dihadapi bangsanya.
Perbedaan
pendapat di antara ahli hukum atau ahli sosiologi dapat terjadi barangkali
tanpa implikasi serius, sedangkan jika perbedaan itu terjadi di antara
pakar-pakar ekonomi makaimplikasinya sungguh dapat sangat serius bagi banyak
orang, bahkan bagi perekonomian nasional.
Pekembangan koperasi tidak pesat dikarenakan beberapa hal yaitu:
1. Imej koperasi
sebagai ekonomi kelas dua masih tertanam dalambenak orang – orang Indonesia
sehingga, menjadi sedikit penghambat dalam pengembangan koperasi menjadi unit
ekonomi yang lebih besar ,maju dan punya daya saing dengan perusahaan –
perusahaan besar.
2. Perkembangan
koperasi di Indonesia yang dimulai dari atas (bottom up )tetapi dari atas (top
down),artinya koperasi berkembang di indonesia bukan dari kesadaran masyarakat,
tetapi muncul dari dukungan pemerintah yang disosialisasikan ke bawah.Berbeda
dengan yang di luar negeri, koperasi terbentuk karena adanya kesadaran
masyarakat untuk saling membantu memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan yang
merupakan tujuan koperasi itu sendiri.
3. Tingkat
partisipasi anggota koperasi masih rendah, ini disebabkan sosialisasi yang
belum optimal. Masyarakat yang menjadi anggota hanya sebatas tahu koperasi itu
hanya untuk melayani konsumen seperti biasa, baik untuk barang konsumsi atau
pinjaman.
4. Manajemen
koperasi yang belum profesional, ini banyak terjadi di koperasi koperasi yang
anggota dan pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah.
5.
Pemerintah terlalu memanjakan koperasi, ini juga menjadi alasan kuat mengapa
koperasi Indonesia tidak maju maju. Koperasi banyak dibantu pemerintah lewat
dana dana segar tanpa ada pengawasan terhadap bantuan tersebut. Sifat bantuanya
pun tidak wajib dikembalikan. Tentu saja ini menjadi bantuan yang tidak
mendidik, koperasi menjadi ”manja” dan tidak mandiri.
6. Prinsip
koperasi Rochdale bagian kerjasama dan sukarela serta terbuka , tidak
dijalankan dengan baik di Indonesia, karena kalau kita lihat koperasi Indonesia
bersifat tertutup dan terjadi pengkotak kotakan. Keanggotaan koperasi hanya
berlaku untuk yang seprofesi.
Berbeda dengan koperasi pada umumnya, maka koperasi yang dimaksud oleh Pancasila dan UUD 45 merupakan lembaga kehidupan rakyat Indonesia untuk menjamin hak hidupnya memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sehingga mewujudkan suatu Masyarakat adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang sepenuhnya merupakan hak setiap warga negara.
Berbeda dengan koperasi pada umumnya, maka koperasi yang dimaksud oleh Pancasila dan UUD 45 merupakan lembaga kehidupan rakyat Indonesia untuk menjamin hak hidupnya memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sehingga mewujudkan suatu Masyarakat adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang sepenuhnya merupakan hak setiap warga negara.